KONSEP DAN DEFINISI
Kata budaya pertama kali muncul pada tahun 1871. Kata ini dikemukakan oleh
Edwar B. Tylor yang merupakan seorang antropologis. Menurut Tylor (1871)
seperti yang dikutip oleh Brown (1998), budaya adalah “that complex whole
which includes knowledge, beliefs, art, morals, law, custom, and other
capabilities and habits acquired by man as a member of
society”. Terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut: “sekumpulan pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan kapabilitas serta kebiasaan yang
diperoleh oleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau kemunitas
tertentu”. Definisi ini lalu berkembang leih lanjut dalam ilmu sosiologi.
Bahkan ilmu sosiologilah yang kemudian secara luas menggunakan kata ini untuk
menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dalam sebuah kelompok masyarakat
atau komunitas tertentu.
Dalam ilmu sosiologi,
budaya diterjemahkan sebagai kumpulan simbol, mitos, dan ritual yang penting
dalam memahami sebuah realitas sosial. Pendekatan yang digunakan oleh ilmu
sosiologi lebih kepada sikap sekelompok masyarakat atau komunitas tertentu
dalam menghadapi dan menyikapi beragam fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Perkembangan
selanjutnya dari konsep budaya ini diteruskan oleh banyak pakar organisasi.
Sehingga akhirnya kata budaya menjadi bagian yang erat dengan beragam aspek
pengembangan organisasi. Saat inilah kita mengenal istilah budaya organisasi.
Budaya dalam organisasi secara sederhana didefinisikan sebagai nilai-nilai yang
dianut serta cara bertindak organisasi berikut para anggotanya terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan pihak luar.
KARAKTERISTIK DAN FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Terdapat berbagai variasi dalam penetapan karakteristik budaya
organisasi. The Jakarta Consulting Groupmenggunakan 12 (dua belas)
karakteristik budaya organisasi yaitu sebagai berikut:
§ Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang
peranan penting dalam budaya organisasi, terutama pada organisasi yang budaya
organisasinya lemah. Dalam budaya perusahaan yang lemah kepemimpinan akan
memegang peranan yang dominan. Kepemimpinan yang otoriter misalnya, akan
menghasilkan budaya yang sangat berbeda dengan kepemimpinan yang demokratis.
§ Inovasi
Apakah dalam
mengerjakan tugas-tugas lebih berorientasi kepada pola pendekatan ‘pakai
tradisi yang ada’ dan memakai metode-metode yang telah teruji, atau memberikan
keleluasan untuk menerapkan cara-cara baru melalui eksperimen.
§ Inisiatif individual
Berbicara tentang
seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam organisasi yang menjadi
wadahnya. Inisiatif individual ini meliputi derajat tanggung jawab, kebebasan,
dan independensi dari masing-masing anggota organisasi. Yaitu seberapa besar
seseorang diber wewenang dalam menjalankan tugasnya, seberapa berat tanggung
jawab yang harus dipikul sesuai dengan kewenangannya, dan seberapa luas
kebebasan dalam mengambil keputusan.
§ Toleransi terhadap resiko
Artinya adalah seberapa
jauh sumberdaya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mau
menghadapi resiko di dalam pekerjaannya.
§ Pengarahan
Artinya adalah
kejelasan organisasi dalam mementukan objektif dan harapan terhadap sumberdaya
manusia terhadap hasil kerja yang dilakukan. Harapan dapat dtuangkan dalam
bentuk kuantitas, kuatilas, dan waktu penyelesaiannya.
§ Integrasi
Yang dimaksud denga
integrasi di sini adalah bagaimana unit-unit di dalam organisasi didorong untuk
melakukan kegiatannya dalam suatu koordinasi yang baik. Yaitu seberapa jauh
keterkaitan dan kerjasama ditekankan dalam pelaksanaan tugas. Serta seberapa
dalam interdepensi antar sumberdaya manusia ditanamkan.
§ Dukungan manajemen
Bulir dukungan
manajemen ini membicarakan tentang seberapa baik para manajer memberikan
komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam
melaksanakan tugasnya.
§ Pengawasan
Pengawasan ini meliputi
peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan oleh pihak manajemen
organisasi untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku anggota organisasi.
TIPOLOGI BUDAYA ORGANISASI
Secara umum budaya
organisasi terpilah menjadi dua kutub besar/; budaya entrepreneur dan
budaya administratif. Pemahaman dua klasifikasi dasar budaya organisasi ini
akan menuntun ke arah pemahaman budaya organisasi secara lebih baik.
Perusahaan yang
memiliki jenis budaya entrepreneur dalam setiap aktivitasnya selalu
memfokuskan pada peluang-peluang baru. Hal ini tercermin dalam jiwa
kewiraswastaan yang selalu menganggap bahwa dengan menemukan dan memanfaatkan
peluang-peluang baru tersebut perusahaan akan selalu survive dan
terdorong untuk selalu berusaha mencapai sasaran yang berbeda-beda dari satu
periode ke periode berikutnya. Karenanya kegiatan operasional yang terjadi
dalam perusahaan sangat dinamis dan membutuhkan sumber daya manusia yang cepat
dalam mengantisipasi perubahan-perubahan internal maupun eksternal. Perusahaan
akan berusahan memenuhi sarana yang dibutuhkan untuk merealisasikan kegiatan
dalam upaya meraih kesuksesan dari peluang baru itu.
Dibutuhkan kompabilitas struktur organisasi dengan
budaya agar dapat memperoleh peluang-peluang baru dan mempertahankan peluang
yang sudah ada.
Perusahaan yang
memiliki budaya administratif bertolak belakang dari
budaya entrepreneur, aktivitas yang dilakukan lebih memfokuskan pada
peluang-peluang yang sudah ada. Buadaya administratif ini memandang bahwa
peluang yang diperoleh harus terus dipertahankan, karena investasi yang
ditanamkan sangat besar. Konsekuensi logisnya perusahaan membutuhkan prosedur
pengendalian yang cukup ketat untuk mempertahankan peluang yang sudah diperoleh
ini. Dinamika budaya administratif tidak sedinamis
buadaya entrepreneur . struktur organisasi juga dengan disesuaikan
aktivitas usaha perusahaan yang menganut budaya administratif ini.
SUMBER: A.B Susanto, F.X Sujanto, Himawan Wijanarko,
Patricia Susanto, Suwahjuhadi Mertosono, Wagiono ismangil, Corporate &
Organizational Culture, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar