BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Masalah kepemimpinan
pendidikan saat ini menunjukan kompleksitas, baik dari segi komponen manajemen
pendidikan, maupun lingkungan yang mempengaruhi keberlangungan suatu pendidikan.
Persoalan yang muncul bisa spontan, bisa berulang-ulang, makanya diperlukan
interaksi yang kreatif dan dinamis antar kepala sekolah , guru dan siswa.
Kepemimpinan merupakan
bagian penting dari manajemen yaitu merencanakan dan mengorganisasi, tetapi
peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan bukti bahwa pemimpin boleh jadi
manajer yang lemah apabila perencanaannya jelek yang menyebabkan kelompok
berjalan ke arah yang salah. Akibatnya walaupun dapat menggerakkan tim kerja,
namun mereka tidak berjalan kearah pencapaian tujuan organisasi. Guna menyikapi
tantangan globalisasi yang ditandai dengan adanya kompetisi global yang sangat
ketat dan tajam.
1.2. Rumusan
Masalah
a. Apa
pengertian pemimpin pendidikan?
b. Bagaimana
tipe-tipe kepemimpinan pendidikan?
c. Apa faktor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas pemimpin dalam manajemen pendidikan?
1.3. Tujuan
Penulisan
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang
kepemimpinan pendidikan, agar dapat menjadi jika suatu saat mendapat kesempatan
menjadi seorang pemimpin pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pemimpin
Pendidikan
“Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya
dengan menggunakan kekuasaan”. Dalam kegiatannya
bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya
sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada tahap pemberian
tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar
bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian
kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin
dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga
dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya dapat
memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengaruhi
bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin suatu hubungan
sosial yang saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya
tejadi suatu hubungan timbal balik.
Kata “ pendidikan” menunjukkan arti yang dapat dilihat
dari dua segi yaitu: pendidikan sebagai usaha atau proses mendidik dan mengajar
seperti yang dikenal sehari-hari. Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang
membahas berbagai masalah tentang hakekat dan kegiatan mendidik dan mengajar
dari zaman ke zaman dan mengajar dengan segala cabang-cabangnya yang telah
berkembang begitu luas dan mendalam.
Dari titik tolak itu
dapatlah disimpulkan pengertian “ kepemimpinan pendidikan” adalah sebagai satu
kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir dan menggerakan orang-orang
lain yang ada hubungan dengan pengembanga ilmu pendidikan dan pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran, supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih
efektif dan efisien di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan.
2.2. Tipe-Tipe Kepemimpinan
Pendidikan
Konsep seorang pemimpin
pendidikan tentang kepemimpinan dan kekuasaaan yang memproyeksikan diri dalam
bentuk sikap kepemimpinan, sifat dan kegiatan yang dikembangkan dalam lembaga
pendidikan yang akan dipimpinnya sehingga akan mempengaruhi kualitas
hasil kerja yang akan dicapai oleh lembaga pendidikan tersebut.
Bentuk-bentuk
kepemimpinan sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Tetapi disekolahpun terdapat berbagai macam tipe kepemimpinan ini.
Sebagai pemimpin pendidikan yang officiat leader, yang cara kerja dan cara
bergaulnya dapat dipertanggungjawabkan dan bisa menggerakkan orang lain untuk
turut serta mengerjakan sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Berdasarkan sifat dan konsep kepemimpinan maka ada
tiga tipe pokok kepemimpinan yaitu:
1. Tipe
otoriter (the autocratic style of leadership)
Pada kepemimpinan yang
otoriter, semua kebijakan atau “policy” dasar ditetapkan oleh pemimpin sendiri
dan pelaksanaan selanjutnya ditugaskan kepada bawahannya. Semua perintah,
pemberian tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan
orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin otoriter berasumsi bahwa maju mundurnya
organisasi hanya tergantung pada dirinya. Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar
keras, tertib dan tidak boleh dibantah.
2. Tipe
Laissez faire (laissez-faire style of leadership)
Pada tipe “laissez
faire” ini, pemimpin memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap
anggota staf di dalam tata prosedure dan apa yang akan dikerjakan untuk
pelaksanaan tugas-tugas jabatan mereka. Mereka mengambil keputusan dengan siapa
ia hendak bekerjasama. Dalam penetapannya menjadi hak sepenuhnya dari anggota
kelompok atau staf lembaga pendidikan itu.
Pemimpin ingin turun tangan bilamana diminta oleh staf,
apabila mereka meminta pendapat-pendapat pemimpin tentang hal-hal yang bersifat
teknis, maka barulah ia mengemukakan pendapat-pendapatnya. Tetapi apa yang
dikatakannya sama sekali tidak mengikat anggota. Mereka boleh menerima atau
menolah pendapat tersebut.
Apabila hal ini kita
jumpai di sekolah, maka dalam hal ini bila akan menyelenggarakan rapat guru
biasanya dilaksanakan tanpa kontak pimpinan (Kepala Sekolah), tetapi bisa
dilakukan tanpa acara. Rapat bisa dilakukan selagi anggota/guru-guru dalam sekolah
tersebut menghendakinya.
3. Tipe
demokratis (demokratic style of leadership)
Dalam tipe kepemimpinan
ini seorang pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh anggota kelompoknya dalam
mengambil keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian akan akan selalu
menghargai pendapat anggota/guru-guru yang ada dibawahnya dalam rangka membina
sekolahnya.
Sifat kepemimpinan yang demokratis pada waktu
sekarang terdapat lebih dari 500 hasil research tentang kepemimpinan, jika
bahan itu dimanfaatkan dengan baik maka kita akan dapat mempergunakan sikap
kepemimpinan yang baik pula.
Dalam hasil research itu menunjukkan bahwa untuk
mencapai kepemimpinan yang demokratis, aktivitas pemimpin harus:
a. Meningkatkan
interaksi kelompok dan perencanaan kooperatif.
b. Menciptakan
iklim yang sehat untuk perkembangan individual dan memecahkan pemimpin-pemimpin
yang potensial.
Hasil ini dapat dicapai
apabila ada partisipasi yang aktif dari semua anggota kelompok yang
berkesempatan untuk secara demokratis memberi kekuasaan dan tanggungjawab.
Pemimpin demokratis tidak melaksanakan tugasnya
sendiri. Ia bersifat bijaksana di dalam pembagian pekerjaan dan tanggung jawab.
Dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terletak pada pundak dewan guru
seluruhnya, termasuk pemimpin sekolah. Ia bersifat ramah dan selalu bersedia
menolong bawahannya dengan nasehat serta petunjuk jika dibutuhkan.
2.3. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin Dalam Manajemen Pendidikan
Dalam melaksanakan
aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.
Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz (1981) yang
dikutif Nanang Fattah, sebagai berikut:
1. Kepribadian
(personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai,
latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya
kepemimpinan.
2. Harapan
dan perilaku atasan.
3. Karakteristik,
harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
4. Kebutuhan
tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim
dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
Berdasarkan
faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam
aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk
berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai
apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara
atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki
pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan
dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana
dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :
1. Sebagai
pelaksana (executive)
2. Sebagai
perencana (planner)
3. Sebagai
seorang ahli (expert)
4. Sebagai
mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)
5. Sebagai
mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal
relationship)
6. Bertindak
sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and
punishments)
7. Bentindak
sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator)
8. Merupakan
bagian dari kelompok (exemplar)
9. Merupakan
lambing dari pada kelompok (symbol of the group)
10. Pemegang tanggung jawab
para anggota kelompoknya (surrogate for individual responsibility)
11. Sebagai pencipta/memiliki
cita-cita (ideologist)
12. Bertindak sebagai seorang
aya (father figure)
Berdasarkan dari
peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus
memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin
memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai
berikut :
1. Menyelami
kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya.
2. Dari
keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang
benar-benar dapat dicapai.
3. Meyakinkan
kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis
dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.
Tugas pemimpin tersebut
akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang
harus dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses di
mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai
pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan
dalam pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di
mana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta
melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus
menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya
suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu
kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama
yang telah ditetapkan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas
maka dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa kepemimpinan
pendidikan adalah Sebagai satu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir
dan menggerakan orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembanga ilmu
pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, supaya kegiatan-kegiatan
yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien di dalam pencapaian
tujuan-tujuan pendidikan.
Sedangkan sifat dan
konsep kepemimpinan itu ada tiga tipe pokok kepemimpinan yaitu: tipe otoriter,
tipe laissez faire dan tipe demokrasi. Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku
pemimpin, diantaranya keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya, jenis
pekerjaan atau lembaga yang dipimpinnya, sifat-sifat dan kepribadiannya,
sifat-sifat dan kepribadian pengikutnya, serta kekuatan-kekuatan yang
dimilikinya. Secara internal, seorang pemimpin dapat melakukan hal-hal yang
dapat mengembangkan kemampuannya
3.2. Saran
Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka
penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :
1. Dalam
membuat suatu rencana atau manajemen pendidikan hendaknya para pemimpin
memahami keadaan atau kemampuan yang dimiliki oleh para bawahannya, dan dalam
pembagian pemberian tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
2. Pemimpin
hendaknya memahami betul akan tugasnya sebagai seorang pemimpin.
3. Dalam
melaksanakan akvititasnya baik pemimpin ataupun yang dipimpin menjalin suatu
hubungan kerjsama yang saling mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi
atau instnasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar