Terdapat banyak teori yang membahas tentang
motivasi, beberapa di antaranya adalah:
a. Teori Hirarki kebutuhan Maslow
(Hierarchy of needs)
Teori
ini dikembangkan oleh Maslow yang memandang kebutuhan manusia dari yang paling
rendah hingga ke paling tinggi dimana jika salah satu dari kebutuhan tersebut
tidak terpenuhi maka kebutuhan tersebut tidak lagi menjadi motivator.
Maslow
(Handayaningrat, 1982: 102) menyebutkan bahwa motivasi manusia berhubungan
dengan 5 kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisik (Physiological need), (2)
kebutuhan untuk memperoleh keamanan dan keselamatan (Security of safety need),
(3) kebutuhan bermasyarakat (Social need), (4) kebutuhan untuk memperoleh
kehormatan (esteem need) dan (5) kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan (Self
actualization need).
Kebutuhan
fisiologis merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer dan vital, menyangkut
fungsi-fungsi biologis seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik,
seks dan lain-lain. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan seperti terjaminnya
keamanan, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan,
kelaparan, perlakuan tidak adil dan lain sebagainya.
Kebutuhan
sosial meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui
sebagai anggota kelompok dan lain sebagainya. Kebutuhan untuk memperoleh
kehormatan antara lain kebutuhan dihargai karena berprestasi, memiliki
kedudukan dan pangkat sedangkan kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan adalah
kebutuhan mengaktualisasikan diri misalnya pengembangan potensi diri,
kreativitas dan mengekspresikan diri.
b. Teori X dan Y oleh Mc
Gregor
Dauglas
Mc Gregor mengemukakan 2 pandangan bertentangan yang terdapat diri manusia yang
disebutnya sebagai teori X dan Y. Menurutnya, sebagian manusia tidak suka
bekerja dan tidak bertanggung jawab sehingga harus dipaksa atau diperintah.
Orang-orang seperti itu dikategorikan tergolong dalam teori X yang hanya
membutuhkan motivasi fisiologis saja yang perlu diawasi secara ketat,
sebaliknya Mc Gregor juga menyatakan bahwa manusia pada dasarnya suka bekerja
keras, dapat mengontrol dirinya sendiri dan mampu berkreativitas. Orang-orang
demikian tergolong dalam teori Y yang tidak perlu diawasi secara ketat.
c. Teori David C. Mc Clelland
David C. Mc Clelland
adalah seorang direktur pusat penelitian kepribadian di Universitas Harvard.
Bersama rekan-rekannya, dia meneliti persoalan yang berkaitan dengan
keberhasilan seseorang (the needs to achieve) yang menghasilkan suatu konsep
yang membahas atau berhubungan dengan upaya mencapai keberhasilan sehingga
teorinya dikenal dengan Achievement motivation Theory.
Teori motivasi menurut
pendapat Mc Clelland (Hasibuan, 1996: 103) menyatakan bahwa terkait persoalan
motivasi, maka setiap orang mempunyai 3 jenis kebutuhan, yaitu:
1) Kebutuhan akan prestasi (need for
achievement = n.Ach)
Kebutuhan ini
akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dalam menggerakakan
semua kemampuan serta energi yang dimilikinya untuk mencapai prestasi optimal,
2) Kebutuhan akan afilisiasi ( need
for affiliation = n.Af)
Kebutuhan ini menjadi
daya penggerak yang memotivasi seseorang karena setiap orang menginginkan (a)
kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia berada (sense
of belonging), (b) kebutuhan akan perasaan dihormati (sense of importance),
kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), (d)
kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation),
1) Kebutuhan akan kekuasaan (need for
power = n.Pow)
Kebutuhan ini merupakan
daya penggerak untuk memotivasi seseorang karena merangsang dan memotivasi
seseorang untuk mengerahkan semua kemampuan untuk mencapai kekuasaan atau
kedudukan yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian Mc Clelland (Deliarnov,
1996:45), ada beberapa karakteristik orang-orang berprestasi, antara lain:
1) Berani
mengambil resiko moderat,
2) Menghendaki
umpan balik (immediate feedback),
3) Keberhasilan
diperhitungkan secara teliti,
4) Mengintegral
dengan tugas.
Sedangkan
sifat orang dengan motif berprestasi menurut David Mc Clelland (Moekijat, 1984:
54) adalah (1) mereka berusaha agar kemampuan dapat mempengaruhi hasil, (2)
mereka tampak lebih banyak berhubungan dengan prestasi perorangan, (3)
menginginkan umpan balik yang berhubungan dengan prestasi dan tugas mereka dan
(4) berusaha memikirkan cara yang lebih baik untuk mengerjakan sesuatu.
d. Teori Alderfer
Siagian (Ayati, 2008:
57) menyebukan bahwa teori Alderfer juga dikenal dengan akronim ERG karena
terdiri atas 3 istilah,
yaitu Existence, Relatedness dan Growth.
Ada 2 dua hal penting
dalam teori ini, yaitu (1) secara konseptual terdapat kesamaan dengan teori
hirarki kebutuhan Maslow, yakni Existensce identik dengan hirarki
pertama dan kedua, Relatedness senada dengan hirarki ketiga dan
keempat sedangkanGrowth mengandung makna sama dengan self
actualizationnya. (2) Aldefer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia
itu diusahakan pemuasaannya serentak.
e. Teori Frederyck Herzberg
Herzberg mengemukakan
suatu teori yang merupakan pengembangan teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.
Teori ini memberikan kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam
memotivasi karyawan, yaitu: (1) teori ini lebih eksplisit dari teori kebutuhan
Maslow khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan,
(2) kerangka ini memberikan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker
& Hall, 1999: 13).
Menurut Cushway dan
Lodge (1995:138), Herzberg mengembangkan teori motivasi yang mempengaruhi
kondisi pekerjaan seseorang yang dikelompokkannya ke dalam 2 faktor yaitu
faktor pendorong (motivation factors) atau disebut juga intrinsic
motivation dan faktor penyehat (hygienes factors) atau disebut
juga ekstrinsic motivation.
1) Faktor Pendorong (Motivation Factors)
Herzberg menyebut faktor-faktor pendorong sebagai penyebab kepuasan
(satisfiers). Kepuasan yang dimaksud di sini adalah apabila faktor-faktor
berikut terpenuhi maka akan menimbulkan kepuasaan pada seseorang yang akan
meningkatkan gairah atau motivasi kerjanya.
Adapun yang termasuk dalam faktor pendorong adalah:
a) Prestasi
(achievement)
Prestasi adalah
keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas, mengatasi tantangan,
mengatasi permasalahan, menghilangkan perasaan gagal dan rasa tidak mampu
memecahkan masalah,
b) Pengakuan (recognition)
Pengakuan adalah perilaku atau perbuatan yang
ditunjukkan kepada seseorang sebagai perwujudan dari pengakuan, perhatian atau
penghargaan dari orang lain atau masyarakat umum,
c) Peningkatan (advancement)
Peningkatan adalah
kesempatan bagi seseorang untuk meningkat, menduduki pangkat atau
jabatan-jabatan yang lebih tinggi dalam organisasi, kesempatan untuk memperoleh
promosi,
d) Tanggung jawab (responsibility)
Tanggung
jawab adalah pemberian wewenang kepada seseorang untuk melaksanakan suatu tugas
atau memikul tanggung jawab dan diikutsertakan dalam usaha perbaikan-perbaikan
atau pembaharuan ke arah positif,
e) Pekerjaan itu sendiri (work
itself )
Pekerjaan itu sendiri
adalah sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang menimbulkan reaksi dari sikap
seseorang selama melaksanakan tugas atau pekerjaan tersebut. Seperti reaksi
sikap menyenangi, tertarik, mengagumi dan lainnya.
2) Faktor Penyehat (Hygiene Factors)
Herzberg menyebut
faktor-faktor penyehat sebagai penyebab ketidakpuasan (dissatisfiers). ketidakpuasan
di sini adalah apabila faktor-faktor berikut tidak dipenuhi maka akan
menimbulkan ketidakpuasaan yang akan berpengaruh pada gairah atau motivasi
kerja.
Adapun yang termasuk
dalam faktor penyehat adalah:
a) Hubungan antar
pribadi - rekan sekerja (interpersonal relation peers)
Yaitu hubungan antar
rekan sekerja yang sederajat dalam rangka melaksanakan tugas pekerjaan.
Hubungan ini bisa berupa kerja sama, rasa saling menghargai, saling
mempercayai, rasa satu keluarga,
b) Hubungan antar
pribadi - bawahan (interpersonal relation subordinates)
Yaitu hubungan dengan bawahan dalam rangka
melaksanakan tugas dan pekerjaan. Dalam hal ini, yang dianggap sebagai bawahan
guru adalah siswa, yang tercipta dalam harmonis penuh rasa kekeluargaan selama
proses belajar mengajar di kelas sangat,
c) Hubungan antar
pribadi - atasan (interpersonal relation superior)
Yaitu hubungan antara guru
dengan kepala sekolah dalam konteks kedinasan atau pekerjaan. Perwujudan
hubungan ini dapat berupa keakraban antara guru dengan kepala sekolah, sikap
terbuka antara guru dengan kepala sekolah atau guru merasa dirinya dibantu oleh
kepala sekolah,
d) Keamanan kerja (job
security)
Yaitu
jaminan yang menimbulkan rasa aman dan tentram dalam bekerja, seperti jaminan
keamanan kerja, jaminan hari tua, jaminan kesehatan dan lain sebagainya,
e) Kehidupan
pribadi (personal life)
Yaitu perasaan yang
timbul dalam keluarga guru sebagai akibat dari jabatan guru yang dimilikinya,
perasaan bangga dan bahagia sebagai guru,
f) Kebijaksanaan
dan administrasi (policy and administration)
Yaitu cara-cara
kebijakan yang digunakan dalam organisasi untuk mengatur kerja ( jadwal kerja
),
g) Kesempatan
untuk bertumbuh (possibility of growth)
Yaitu kemungkinan
dalam organisasi (sekolah) memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
meningkatkan atau memperbaiki pengetahuan dan keterampilan kerja, misalnya
meningkatkan kualifikasi pendidikan dan pelatihan,
h) Gaji atau
penghasilan (salary)
Yaitu segala
penghasilan yang diperoleh seseorang berupa uang, termasuk gaji, tunjangan,
honor dan lain sebagainya.
i) Kedudukan
(status)
Yaitu hal-hal
atau fasilitas yang merupakan tanda kelengkapan suatu pangkat atau jabatan,
misalnya personel tata usaha membantu pekerjaan guru, penyediaan ruang guru
yang memadai dan lain sebagainya,
j) Kondisi
kerja (working conditions)
Yaitu kondisi kerja
yang mencakup keadaan-keadaan lingkungan fisik kerja serta fasilitas-fasilitas
lain. Bagi guru dalam rangka mengajar, kondisi kerja ini bisa berupa keadaan,
peralatan mengajar, ruang mengajar serta jumlah siswa yang diajar.
Motivasi
Kerja Guru
Motivasi kerja
diartikan sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau
pendorong semangat kerja. Ibrahim Bafadal (Sarbini, 2004: 21) mengutip Hoy dan
Miskel (1987) dan Sergiovanni (1987) menyatakan bahwa motivasi kerja guru
adalah kemauan guru untuk mengerjakan tugas-tugasnya yang ditambahkan oleh
Wiles (1955) bahwa tinggi rendahnya motivasi kerja guru sangat
mempengaruhi performansinya dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Motivasi kerja guru
adalah motivasi yang menyebabkan guru bersemangat dalam mengajar karena
kebutuhannya terpenuhi. Kepala sekolah yang menyadari bahwa esensi kepemimpinan
terletak pada hubungan yang jelas antara pemimpin dengan yang dipimpinnya dan
memahami kepemimpinan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan kelompok akan berperilaku meningkatkan motivasi kerja guru di
sekolah yang dipimpinnya. Begitu juga kepala sekolah sebagai supervisor,
kemampuannya memilih pendekatan yang paling tepat dalam melaksanakan supervisi
sebagai upaya pembinaan dan bimbingan akan sangat berpengaruh pada motivasi
kerja guru.
Pernyataan Wiles yang
dikutip Bafadal (Sarbini, 2004: 21) mengidentifikasikan 8 kebutuhan guru,
yaitu: (1) rasa aman dan hidup layak, (2) kondiri kerja yang menyenangkan, (3)
rasa diikutsertakan, (4) perlakuan yang jujur dan wajar, (5) rasa mampu, (6)
pengakuan dan penghargaan, (7) ikut ambil bagian dalam pembuatan kebijakan
sekolah, dan (8) kesempatan mengembangkan self respect.
Kebutuhan-kebutuhan
tersebut sangat mempengaruhi motivasi para guru dalam menjalankan tanggung
jawabnya. Untuk itu peranan kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya di
sekolah sebagai pemimpin dan supervisor sangat diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar